Nama lengkap Abi Daud, ialah sulayman bin al-Asy’as bin Ishaq bin
Bisyri bin Syaddad bin ‘Amr bin ‘Imron al-Azdi al-Sijistani. Dia dilahirkan
pada tahun 202 Hdan wafat dalam usia 73 tahun di Kota Bashrah. Ia dipandag
sebagai sosok ulama yag memiliki tingkat hafalan dan pemahaman hadits cukup
tinggi, disamping kepribadiannya yang wara’, taat beribadah dan sangat
mendalam pemahaman agamanya.
Pengakuan ulama tentang keahliannya di bidang hadits sangat
beralasan untuk menempatkan Abu Daud sebagai Imam Muhaddits –ahli
hadits- yang besar dan terpercaya. Kesungguhannya dalam melacak hadits dapat
dilihat dari perjalanannya menempuh jarak jauh dari Bashrah ke al-Jazair,
Khurasah, Syam, Hijaz, Mesir dan lain-lainnya, juga usahanya menggali hadits
dari Syakh-nya.
Menurut penilaian Ibnu Mandah, Abu Daud termasuk tokoh hadits yang
berhasil menyaring hadits-hadits sehingga ia dapat memisahkan antara hadits
yang sabit – atau tetap keabsahannya- dengan yang ma’lul – atau
ada yang cacatnya- da antara yang benar dan yang keliru, di samping al-Bukhari,
Muslim dan al-Nasa’i.
Berdasarkan biografi di atas, boleh dikatakan bahwa Abu Daud adalah
tokoh yang penting dikalangan ahli hadits sebagai buktinya bahwa hadits-hadits
yang ia riwayatkan dan himpunkan yang berjudul Sunan Abi Daud, diakui sebagai
karya klasik yang menjadi pegangan para ulama hadits pada masa sesudahnya,
terutama bagi pihak yang berminat mengadakan studi tentang hadits hukum (ahkam).
Dari segi metodologis, Abu Daud telah melakukan penyaringan dari
sekitar 500.000 hadits atau sanad.
Hadits penyaringan ini menghasilkan 4.800 hadits hukum, artinya hanya diambil
kurag dari satu persen jumlah hadits yang dikumpulkan. Dari kenyataan ini
memberikan petunjuk bahwa Abu Daud sangat teliti dalam menyaring hadits. Akan
tetapi dalam banyak naskah yang diriwayatkan
oleh Ibn al-A’rabi Abu Sa’id Ahmad bin Muhammad bin Ziyad terdapat
kekurangan tiga bagian –dalam hal ini istilahnya kitab- dibandingkan naskah
lainya. Misalnya dalam askah riwayat Muhammad bin Ahmad bin ‘Amr al-Lu’lu’i
terdapat istilah kitab al-Fitan, kitab al-Malahim dan kita al-Huruf. Menurut
penelitian Saharanfuri, naskah al-A’rabi adalah naskah yag paling rendah
nilainya dibandingkan dengan lainnya, sedangkan naskah yang paling sahih adalah
naskah al-Lu’lu’i.
Penelitian ini telah nampak bahwa dalam menyaring hadis, selalu
menolak hadits-hadits yang disepakati para ahli tentang nilainya yang matruk
–yakni hadits da’if yang karena periwayatnya tertuduh dusta. Tetapi kalau tidak
disepakati maka penilaian Abu Daud beralih pada kesinambungan sanad.
Selanjutnya, hadits yang diambil adalah hadits-hadits yang tidak munqati’
–yakni hadits yang sanadnya gugur tidak berurutan – dan tidak mursal
–yakni hadits yang sanad terakhir (sahabat) digugurkan.
Abi
Daud mengunjungi berbagai negeri untuk memetik langsung ilmu
dari sumbernya. Dia langsung berguru selama bertahun-tahun. Di antara
guru-gurunya adalah Imam Ahmad, Al-Qanabiy, Sulaiman bin
Harb, Abu Amr adh-Dhariri, Abu
Walid ath-Thayalisi, Abu Zakariya Yahya bin Ma'in, Abu Khaitsamah, Zuhair bin
Harb, ad-Darimi, Abu Ustman Sa'id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan ulama lainnya.
Demikian pula murid-murid beliau cukup banyak antara
lain, yaitu:
2.
Imam Nasa'i
3.
Abu Ubaid Al Ajury
4.
Abu Thoyib Ahmad bin Ibrohim Al
Baghdady (Perawi sunan Abi Daud dari beliau).
5.
Abu `Amr Ahmad bin Ali Al Bashry
(perawi kitab sunan dari beliau).
6.
Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Al Khollal Al Faqih.
7.
Isma`il bin Muhammad Ash Shofar.
8.
Abu Bakr bin Abi Daud (anak beliau).
9.
Zakariya bin Yahya As Saajy.
10. Abu Bakr Ibnu
Abi Dunya.
11. Ahmad bin
Sulaiman An Najjar (perawi kitab Nasikh wal Mansukh dari beliau).
12. Ali bin Hasan
bin Al `Abd Al Anshory (perawi sunan dari beliau).
13. Muhammad bin
Bakr bin Daasah At Tammaar (perawi sunan dari beliau).
14. Abu `Ali
Muhammad bin Ahmad Al Lu`lu`y (perawi sunan dari beliau).
15. Muhammad bin
Ahmad bin Ya`qub Al Matutsy Al Bashry (perawi kitab Al Qadar dari beliau).
No comments:
Post a Comment