Tuesday, 23 June 2015

makalah penerapan pendidikan kejujuran


BAB II
LANDASAN TEORI

A. Penerapan Pendidikan Kejujuran di Sekolah Dasar
1.   Pengertian Penerapan
Secara etimologi pengertian penerapan berasal dari kata dasar “terap” yang diberi imbuhan awalan “pe” dan sufiks “an” yang berarti proses, cara, perbuatan menerapkan, pemasangan, pemanfaatan, perihal mempraktikkan. penerapan berasal dari kata terap.[7]
Secara istilah, Moh Uzer Usman dalam bukunya Menjadi Guru Profesional mendefinisikan kata penerapan sebagai “tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi dari pemahaman.”[8]  Harjanto juga mengartikan penerapan (application) “sebagai kemampuan untuk menggunakan bahan-bahan yang telah dipelajari dalam situasi baru dan  nyata, termasuk di dalamnya kemampuan menerapkan aturan, metode, konsep, prinsip dan teori.”[9] Selain itu, penerapan yang biasa diartikan sebagai suatu program atau rencana yang telah disusun secara sistematis dalam bentuk nyata dilapangan yang bersifat kongkrit.”[10]
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan adalah proses, cara atau perbuatan sebagai kemampuan meningkatkan bahan-bahan yang dipelajari dengan rencana yang telah disusun secara sistematis, seperti metode, konsep dan teori.
2.   Pengertian Pendidikan
Dalam kajian dan pemikiran tentang pendidikan sebelumnya perlu diketahui dua istilah yang hampir sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam dunia pendidikan, yaitu paedagogi dan paedagogik yang diambil dari bahasa Yunani. Paedagogi  berarti “pendidikan” sedangkan paedagogik berarti “ilmu pendidikan”.[11]
Paedagogie berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata “pais” yang artinya anak, dan “again” yang diterjemahkan menjadi membimbing. Jadi, paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak.[12]
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.[13] 
Dalam buku Pengantar Ilmu Pendidikan yang ditulis oleh Drs. H. M. Hafi Anshari terdapat banyak pendapat dari beberapa ahli mengenai arti dan makna dari pendidikan, misalnya menurut:
Dr. M. J. Lavengeld menyebutkan: pendidikan adalah pemberian bimbingan bantuan kepada rohani yang masih memerlukan. Belum tentu semua pengaruh dari seseorang yang telah dewasa kepada orang yang belum dewasa dapat disebut mendidik, sebab mungkin pengaruhnya itu tidak mengandung unsur-unsur mendidik sama sekali.[14]
Menurut Prof. Dr. John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses pengalaman. Karena kehidupan adalah pertumbuhan, pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh usia.[15]
Menurut John Park pendidikan adalah seni atau proses dalam menyalurkan atau menerima pengetahuan dan kebiasaan-kebiasaan melalui pengajaran dan studi.[16]
Menurut Prof. Herman H. Horn pendidikan adalah proses abadi dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas, dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari manusia.[17]
Menurut Syekh Mustafa al Ghulayani:

Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang baik dalam jiwa angkatan/generasi muda dan memberikan siraman air petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi suatu sifat dalam jiwa yang kemudian membuahkan sifat utama dan baik serta cinta bekerja untuk berbakti kepada Tanah Air.[18]

Menurut Husein al Makhzaji dan Jurij Jarin:

Pendidikan adalah usaha untuk memberikan bimbingan terhadap persiapan-persiapan hidup dari anak di dalam kehidupannya. Tidak seorang manusia pun yang tidak melakukan hal itu kepada anak-anaknya untuk memberikan persiapan-persiapan pada masa depannya. Namun demikian pendidikan itu dilaksanakan oleh kita semua dan dilaksanakan di dalam arena lembaga sekolah dan rumah tangga untuk kehidupan anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan.[19]

Menurut Drs. Ahmad D. Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[20]
Di dalam Tap MPR No. IV/MPR/1973 disebutkan: pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.[21]
Konsep Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yang dikutip oleh Nurul Zuriah yaitu bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.[22]
Di dalam buku Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran yang dikemukakan oleh John Milton disebutkan, bahwa pendidikan yang sempurna adalaha mendidik anak-anak supaya dapat melaksanakan segala pekerjaan, baik pekerjaan khusus atau umum dengan ketelitian, kejujuran dan kemahiran.[23]
Pendidikan juga dikemukakan oleh Drs. Abu Bakar Muhammad, bahwa pendidikan dalam arti umum yaitu bahwa dalam pembentukan jasmani seseorang, akalnya dan akhlaknya sejak dilahirkan hingga ia mati. Sedangkan dalam arti yang khusus yaitu bahwa semua media yang dijadikan/dipergunakan untuk mengembangkan jasmani anak, akalnya, dan untuk pembinaan akhlaknya, dan hanya meliputi sarana khusus yang memungkinkan disusun suatu sistem baginya.[24]
Di antara sekian definisi yang tersebut di atas, sebenarnya tidaklah terdapat perbedaan yang prinspil hanya terdapat variasi dalam pengungkapannya. Oleh karena itu, Berdasarkan pendapat para ahli dapat ditarik kesimpulan dengan definisi yang sederhana yaitu bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dalam memberikan bimbingan kepada orang lain (anak didik) yang sedang berproses menuju kedewasaan.
3.   Pengertian Kejujuran
Secara etimologi kejujuran berasal dari kata “jujur”. Jujur merupakan kata sifat, yang mempunyai arti dapat dipercaya, tidak bohong, lurus hati, berkata apa adanya, tidak curang, tulus, ikhlas.[25]
Di dalam buku Pendidikan Karakter Perspektif Islam yang ditulis oleh Abdul Majid dan Dian Andayani menyatakan bahwa kejujuran didefinisikan sebagai sebuah nilai karena perilaku menguntungkan baik bagi yang mempraktikkan maupun bagi orang lain yang terkena akibatnya.[26]
Menurut Fuad Kauma dan Nipan yang dikutip oleh Yunus Namsa di dalam bukunya disebutkan bahwa jujur berarti mengatakan sesuatu sesuai dengan kenyataan yang ada dan melakukan sesuatu menurut semestinya. Tidak menambah-nambah dalam mengucapkan sesuatu dan tidak menguranginya.[27]
Jujur pada dasarnya adalah kesesuaian informasi dengan realita. Jujur meliputi ucapan dan perbuatan. Seseorang bisa disebut jujur jika batinnya sesuai dengan lahirnya. Perbuatan yang dilakukan sesuai dengan apa yang terbesit dalam hatinya. Kejujuran merupakan bagian dari karakteristik orang-orang yang beriman. Antonim dari kejujuran adalah kebohongan. bohong merupakan salah satu karakteristik orang-orang munafiq. [28]sebagaimana dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah beliau bersabda:
 آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلآثٌ اِذَا حَدّثَ كَذَبَ وَاِذَا وَعَدَ اَخْلَفَ وَاِذَا أْتُمِنَ خَانَ
Sedangkan menurut Imam Al Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumiddin menyatakan bahwa kejujuran (ash shiddiq:  الصِدِّيْق ) adalah benar, yaitu benar dalam perkataan, benar dalam niat dan kehendak, benar dalam cita-cita, benar dalam menepati cita-cita, benar dalam perbuatan dan benar dalam perwujudan kedudukan-kedudukan agama semuanya.[29]
Berdasarkan pendapat para ahli, dapat ditarik kesimpulan yang dimaksud dengan kejujuran adalah adanya sebuah perbuatan maupun perkataan sesuai dengan apa adanya, tanpa dikurang atau ditambah, yang berasal dari hatinya.
4.   Pengertian Pendidikan Kejujuran
Pendidikan kejujuran adalah salah satu bagian dari pendidikan karakter. Secara akademik, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan akhlak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik atau buruk, dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Kemudian, pendidikan kejujuran juga merupakan pendidikan anti korupsi yang digagas oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan melalui pembuatan kurikulum berbasis anti korupsi.
Menurut Ki Buntrsono dan Yulianingsih yang dikutip oleh Nurul Zuriah menyatakan bahwa pendidikan seharusnya diarahkan agar tidak hanya mengejar intelektual saja. Akan tetapi, moral anak didiknya juga harus diperkuat. Jika yang dikejar hanya intelektualnya maka dinamakan pengejaran, tetapi jika yang dikejar intelektual dan moralnya maka hal itu bisa dikatakan sebagai pendidikan.[30] Oleh karena itu, kejujuran yang ingin dan telah ditanamkan dalam jiwa anak didik dinamakan pendidikan kejujuran bukan pengajaran kejujuran.
Rasulullah SAW ketika didatangi seseorang yang meminta nasehat, maka beliau berkata singkat kepadanya, “Jangan berbohong” (HR Muslim). Kalimat singkat tetapi bernas ini mengandung nilai edukasi yang tinggi, yaitu pendidikan kejujuran. Mendidik manusia supaya berperilaku jujur merupakan esensi pendidikan, pendidikan kejujuran adalah keteladanan yang baik dan benar.
5.   Sekolah Dasar
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Sekolah Dasar adalah sekolah tempat memberikan pendidikan sebagai dasar pengetahuan untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi.[31]
Sekolah Dasar merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan enam tahun. Sekolah dasar merupakan bagian dari pendidikan dasar.[32] Di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun1990 Tentang Pendidikan Dasar disebutkan bahwa:
Pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun, terdiri atas program pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama.[33]

Dengan demikian, sekolah dasar merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar.
Pada umumnya anak-anak pada umur enam tahun telah masuk Sekolah Dasar, bila peraturan sekolah yang dituju mengizinkan. Anak-anak pada umur sekolah (6-12 tahun) ini, berbeda dengan kanak-kanak dibawah umur enam tahun. Anak-anak pada umur antara 6-12 tahun, ditandai dengan perkembangan kecerdasan cepat. Kira-kira umur tujuh tahun pemikiran logis terus bertumbuh dan berkembang dengan cepat sampai umur 12 tahun, di mana si anak telah mampu memahami hal yang abstrak. Oleh karena itu, anak-anak pada usia Sekolah Dasar ini telah mampu memahami pelajaran yang memerlukan pemikiran, dan mereka juga telah memiliki kadar pengalaman dan pengetahuan yang membantu peletakkan dasar-dasar keagamaan, akhlak dan kepribadian, sesuai dengan lingkungan keluarga yang mengasuh dan mendidiknya. Ada yang taat beragama dan ada pula yang kurang acuh terhadap agama. [34]
Nurul Zuriah dalam bukunya Pendidikan Moral dan Budi Pekerti menyebutkan bahwa anak-anak pada periode usia 9-12 tahun ini mereka diberi pengertian tentang segala tingkah laku yang mengarah pada kebaikan dalam hidupnya sehari-hari. Meskipun caranya masih occasional atau spontan, namun di kelas yang tertinggi dapat disediakan waktu tertentu karena mereka tidak cukup dengan hanya membiasakan apa yang dianjurkan atau diperintahkan oleh pendidiknya. Tidak cukup juga hanya dengan menginsafi namun mereka juga perlu menyadarinya.[35]
Ada dua misi utama pembangunan pendidikan jenjang SD. Pertama, misi semesta (universal education) dengan tujuan agar murid SD dapat memiliki bekal hidup minimal, termasuk bekal hidup untuk memasuki sektor produktif. Misi pertama secara relatif telah dicapai, dengan angka partisipasi murni (APM) dan angka partisipasi kasar (APK) yang cukup tinggi. Kedua, misi adaptif dan kualitatif agar murid SD dapat mengakses keterlibatan diri secara lebih intensif dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta melanjutkan pendidilan pada jenjang berikutnya. Pengembangan IPTEK melalui pendidikan di sekolah perlu dilakukan kepada peserta seawal mungkin.[36]

Menurut Djojonegoro yang dikutip oleh Sudarwan Danim menyatakan bahwa pada jenjang SD, kurikulum dan metode belajar-mengajar perlu dikembangkan dan diarahkan untuk menanamkan budaya dan sadar IPTEK sejak dini. Lebih luas lagi, pendidikan IPTEK pada jenjang pendidikan dasar (Dikdas) mengarah pada pembentukan kemampuan dasar yang paling tidak bertujuan menanamkan dan mengembangkan kemampuan dasar untuk belajar (basic learning tools), termasuk kemauan untuk belajar seumur hidup.[37] Hal ini juga sehubungan dengan konsep pendidikan islam, untuk menuntut ilmu sepanjang hayat.
B.  Pentingnya Penanaman Kejujuran Sejak Dini
1.   Pendidikan Kejujuran dalam Perspektif Pendidikan Islam
Islam menghendaki setiap orang muslim sejak kecil memiliki karakter jujur dalam berbicara dan berbuat. Oleh karena itu, walaupun kejujuran pahit, tetap harus dilaksanakan, sekalipun merugikan dirinya secara materiil.
Seperti halnya akhlak, maka dalam menerapkan kejujuran, ada tiga tingkatan yang harus dilakukan, yaitu: yang pertama, Jujur kepada Allah, yaitu menepati janji untuk taat terhadap semua perintah Allah dan meninggalkan laranganNya. Allah akan membalas sesuai di Akhirat kelak dengan apa yang ia lakukan di dunia. Sebagaimana dalam firman-Nya dalam surah Al-Ahzab ayat 24:
yÌôfuÏj9 ª!$# tûüÏ%Ï»¢Á9$# öNÎgÏ%ôÅÁÎ/ z>Éjyèãƒur šúüÉ)Ïÿ»oYßJø9$# bÎ) uä!$x© ÷rr& z>qçGtƒ öNÎgøŠn=tæ 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇËÍÈ  
Kedua, Jujur terhadap sesama manusia, yaitu menjaga sesuatu yang diterima dan menyampaikannya kepada yang berhak menerimanya. Kejujuran seperti ini sangat dituntut untuk dapat diterapkan terutama oleh para penguasa dan Ulama’ dalam membimbing masyarakat.
Ketiga, Jujur kepada diri sendiri. Allah telah membekali manusia dengan akal untuk membedakan yang hak dan batil. Pada tataran ini, banyak manusia yang mengkhianati dirinya sendiri dengan mengambil harta yang bukan miliknya. Prilaku seperti inilah yang membuat suburnya korupsi di tanah air ini.
Menurut M. Amin Rais yang dikutip oleh Yunus Namsa dalam bukunya yang menyatakan bahwa betapa pentingnya kejujuran, seperti kejujuran seseorang dalam melakukan shalat. Di jelaskan olehnya “sesungguhnya shalat juga mendidik para pelakunya untuk memiliki kejujuran yang luar biasa. Shalat merupakan hubungan vertikal yang diwarnai dan dijiwai dengan kejujuran yang luar biasa. Sehingga, satu kejujuran dalam shalat penting sekali, baik ada orang maupun tidak. Ketika shalat isya dalam kondisi kantuk berat pun, kita tidak bisa melakukan shalat dengan mengurangi rakaatnya menjadi  dua atau tiga, tetapi tepat menjalankannya dengan empat rakaat. Demikian juga shalat-shalat yang lain. Bahkan, misalnya, kita sudah berwudhu, kemudian terasa buang angin. Kita harus berwudhu kembali sekalipun tidak terdengar, tidak ada baunya, dan sebagainya. Kejujuran itu harus kita tegakkan. Sekalipun tidak ada orang lain, sendirian, soal urusan kejujuran vertikal itu tentu tidak bisa kita gunakan secara main-main. Sehingga, seharusnya orang yang shalat rapi, kejujurannya juga bagus dan bisa dipertanggungjawabkan. Kalau masalah angin keluar saja itu tidak bisa kita tidak serius, tentu seorang yang melaksanakan shalat dengan bagus ketika menghadapi berbagai masalah keduniaan itu juga harus jujur. Kalau memang uang itu bukan miliknya, melainkan uang negara, rakyat, maka tidak bisa dikantungi seenaknya.[38]

Para pendidik harus selalu memegang asas kejujuran sehingga dalam segala ucapan dan tingkah laku, mereka selalu menekankan kejujuran dan senantiasa memperingatkan bahwa kejujuran merupakan karakter yang harus dimiliki oleh orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, sebab tujuan pendidikan islam adalah menjadikan manusia sebagai hamba Allah yang sepenuhnya taat kepada agama-Nya.[39]
 Kejujuran yang telah ditanamkan sejak dini tentu saja akan berpengaruh pada kehidupan dewasa para siswa tersebut. Oleh karena itu, pendidikan kejujuran merupakan hal yang paling utama dalam menumbuhkembangkan kepribadian yang ada di diri anak. Dengan adanya karakter jujur, maka akhlak mulia yang lain pun akan tumbuh. Karena jujur merupakan akar dari segala sifat.
2.   Pendidikan Kejujuran dalam Lingkungan Sekolah
Mengingat bahwa penanaman sikap dan nilai hidup merupakan proses, maka hal ini dapat diberikan melalui pendidikan formal yang direncanakan dan dirancang secara matang. Nilai-nilai apa saja yang akan diperkenalkan, metode dan kegiatan apa yang dapat digunakan untuk ,menanamkan nilai tersebut. Kemudian harus dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tugas perkembangan kejiwaan anak.[40]
Nilai-nilai kejujuran juga semestinya disisipkan pada semua mata pelajaran yang ada seperti pada mata pelajaran Agama, PPKn, olahraga, dan lainnya. Sehingga kejujuran pada diri jiwa anak didik lebih meresap karena adanya pembiasaan yang diajarkan oleh pendidik.
Kejujuran merupakan prinsip yang tidak boleh dilanggar dalam pelayanan umum. Jika kepada para siswa ditarik biaya pendidikan dengan janji layanan pembelajaran, itulah sebagai pegangan. Perlu penghindaran atas perbuatan berbohong, pemutarbalikan fakta dan kata, atau membuat argumentasi bersebrangan dalam suasana emosional.[41]

Sehubungan dengan pernyataan di atas yang dikemukakan oleh Sudarwan Danim yaitu mengenai adanya perihal kejujuran, di mana siswa dijanjikan akan adanya pelayanan pembelajaran. Maka jangan sampai janji tersebut tidak ditepati. Karena sekali seseorang dibohongi maka dia selamanya tidak akan percaya lagi dengan seseorang yang membohongi dirinya tersebut. Sehubungan dengan pendidikan kejujuran yang telah dikemukakan di atas, hal ini juga saling berkaitan dengan pendidikan anti korupsi, karena korupsi merupakan hal yang paling fenomenal di abad ini. Tidak hanya di lembaga-lembaga tinggi pemerintahan, tetapi korupsi juga mengakar sampai ke lembaga pendidikan.
Dalam hal pendidikan anti-korupsi disekolah sangat ditentukan oleh kesadaran para pendidik dan pemimpin sekolah (kepsek). Pemberantasan korupsi tergantung pada kepemimpinan. Bagaimana kejujuran dalam mengelola anggaran sekolah, kejujuran dalam megelola anggaran sekolah, kejujuran dalam melihat perkembangans sekolah termasuk kondisi perkembangan anak didik. Jika masih nayak hambatan dan kekurangan yang ada pada anak didik kita, kita harus mengevaluasinya dengan objektif dan jujur, tidak perlu dimanis-maniskan, tetapi dikatakan berdasarkan kenyataan. Baru yang terpenting adalah bagaimana melakukan evaluasi terhadap kekurangan-kekurangan itu untuk diambil langkah perbaikan dan perubahan strategi membawa kemajuan bagi anak didik.[42]
3.   Pendidikan Kejujuran dalam Lingkungan Keluarga
Keluarga sebagai salah satu pusat pendidikan harus mampu menjalankan hubungan dengan lembaga lain, baik persekolahan maupun lembaga sosial lainnya yang dapat dijadikan sebagai media penyambung pendidikan yang telah diterima anak di lingkungan keluarga. Sekolah dan keluarga berhubungan secara fungsional dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, apa yang belum bisa diberikan di keluarga diberikan di sekolah.[43]
Pendidikan dan ilmu adalah tanggung jawab besar yang dipikul oleh kedua orang-tua, sedang pendidikan kemasyarakatan adalah taggung jawab umum yang dipikul oleh lembaga pendidikan, seperti sekolah dan universitas. Tapi tidak berarti orang-tua dapat meninggalkan tanggung jawabnya secara mutlak. Tanggung jawab itu ada pada mereka berdua sejak awal hingga akhir.[44]
Fungsi keluarga muslim dalam pendidikan terutama sekali dalam aspek pembinaan kepribadian dan penanaman nilai-nilai yang positif dan sesuai dengan ajaran islam, juga dalam memberikan pengarahan dan motivasi ke arah apa yang dicita-citakan islam.[45]
Pembinaan keimanan yang tangguh seharusnya dimulai dalam keluarga, sejak si anak lahir bahkan sebelum lahir (prenatal) sampai akhir masa remaja. Dari luar si anak akan menghadapi pengaruh yang dibawa oleh alat-alat komunikasi, baik media elektronik maupun media cetak, dan hubungan langsung yang dibawa oleh tamu-tamu mancanegara yang mempunyai kebudayaan dan cara hidup yang tidak sejalan dengan budaya islam bahkan mungkin bertentangan ajaran islam itu sendiri.[46] Oleh karena itu, keluarga merupakan faktor utama dalam mendidik anak dan membentuk kepribadiannya.
C. Kantin Kejujuran
1.   Pengertian Kantin Kejujuran
Kalau dilihat dari dua buah kalimat di atas, yakni kantin dan kejujuran, sudah pasti terlintas di benak kita bahwa yang namanya kantin adalah ruang tempat menjual minuman dan makanan di sekolah, di kantor, di asrama dan sebagainya.[47] Sedangkan kejujuran merupakan sifat jujurnya seseorang. Sehingga jika digabung dua kalimat tersebut menjadi kantin kejujuran.
Kantin kejujuran merupakan salah satu media pendidikan karakter dan atau pendidikan akhlak di sekolah. Kantin kejujuran adalah sebuah kantin yang tidak ada penjaga . setiap siswa yang ingin membeli suatu produk, mereka bisa mengambil barang yang ada secara langsung dan bisa membayar di tempat yang telah disediakan. Apabila memerlukan kembalian, mereka dipersilakan mencari sendiri di kotak uang yang telah tersedia.[48]
2.   Faktor Penghambat Kantin Kejujuran
Adapun faktor-faktor penghambat dari pelaksanaan program kantin kejujuran yaitu:
a.       Adanya pembeli yang melakukan kecurangan dalam kantin kejujuran.
b.      Mengalami kesulitan dalam mencari sponsor pada awal berdirinya kantin kejujuran.
c.       Dalam pengelolaan kantin kejujuran, pengelola sebagai guru harus mengajar di kelas.
d.      Evaluasi dalam menganalisis laporan keuangan.

3.   Upaya Mengatasi Hambatan Kantin Kejujuran
Dalam mengatasi hambatan-hambatan dari pelaksanaan program kantin kejujuran, yaitu dengan cara menanamkan sifat jujur dalam diri anak, baik dari guru agama, guru setiap mata pelajaran maupun wali kelasnya.
Kemudian, para guru yang terkait dalam mengelola kantin kejujuran tersebut haruslah bekerja sama dalam mengelola laporan keuangan sesuai jabatan dan tugasnya masig-masing, sehingga tidak adanya sifat saling menyalahkan sesama para pengelola kantin kejujuran.
D. Kejujuran Dalam Etika Bisnis Islam
Di antara nilai transaksi yang paling penting adalah kejujuran. Ia merupakan puncak moralitas iman dan karakteristik yang paling menonjol dari orang-orang beriman. Bahkan kejujuran merupakan karakteristik para Nabi. Tanpa kejujuran kehidupan agama tidak akan berdiri tegak dan kehidupan dunia tidak akan berjalan baik. Kejujuran merupakan faktor penyebab keberkahan bagi pedagang dan pembeli.[49] Sebagaimana dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Muttafaq alaih dari Hakim bin Hizam:
الْبَيِّعَانِ بِالْخْيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَا, فَأِنْ صَدَقَ الْبَيِّعَانِ وَبَيَّنَا, بُوْرِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا, وَ اِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا, فَعَسَى أَنْ يَرْبَحَا رِبْحًا, وَيَمْحَقَا بَرَكَةَ بَيْعِهِمَا.


[7] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 1180
[8] Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesioanl, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 35
[9] Harjanto, perencanaan pengajaran, (Jakarta: rineka cipta, 2005), h. 60
[10] Dirjen Pembinaan Kelembagaan Islam, Kurikulum GBPP Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: CV Wicaksana, 1997), h. 4
[11] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,2003, Cet. Ketiga), h. 1
[12] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001, cet. Kedua), h. 69
[13] Ahmad A. K. Muda, Op. Cit., h. 184
[14] Hafi Anshari, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993) h.24-25
[15] Ibid., h.26
[16] Ibid., h.27
[17] Ibid., h.27
[18] Ibid., h.27-28
[19] Ibid., h.28
[20] Ibid., h.28
[21] Ibid., h.28-29
[22] Nurul Zuriah, Op. Cit., h. 122
[23] Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1961), h. 5
[24] Abu Bakar Muhammad, Pedoman Pendidikan Dan Pengajaran, (Surabaya: Usaha Nasional,1981), h. 5
[25] Ahmad  A. k. Muda, Op. Cit., h. 284
[26] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) h. 42
[27] Yunus Namsa, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Ternate: Pustaka Firdaus, 2000), h. 53
[28] Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah Ibnu Ruhi, dkk., Syarah Riyadhus Shalihin, (Jakarta: Darus Sunnah, 2009), h. 258-259
[29] Imam Al Ghazali, Terjemah Ihya Ulumiddin Jilid IX, (yang Diterjemahkan oleh Moh. Zuhri Dkk., Semarang: Asy Syifa, 1994), h. 95
[30] Nurul Zuriah, Op. Cit., h. 123
[31] Ahmad A. K. Muda, Op. Cit., h. 480
[32] Ibrahim Bafadal, Manajemen Peningkatan Sekolah Dasar, dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi,(Jakarta:Bumi Aksara, 2009, cet. Ketiga), h. 3
[33] Presiden RI Soeharto, UU Sistem Pendidikan Nasional, (UU RI No. 2 Th. 1989 Dan Peraturan Pelaksanaannya Dilengkapi Dengan Peraturan Perundangan Yang Dikeluarkan Sampai Dengan 1994, (Jakarta: Sinar Grafik, 1995), h. 64
[34]Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama,1995), h. 79-81
[35] Nurul Zuriah, Op. Cit., h. 128
[36] Sudarwan Danim, Op. Cit., h. 88
[37] Ibid, h. 88-89
[38] Yunus Namsa, Op. Cit.  h. 54-55
[39] Muhammad Thalib, Seni dan Sikap Islami Mendidik Anak, (Bandung: Irsyad Baitus Salam,2001), h. 75-76
[40] Nurul Zuriah, Op. Cit., h. 38
[41] Sudarwan Danim, Op. Cit.,h. 161-162
[42] Nurani Soyomukti, Teori-Teori Pendidikan: Tradisional, (Neo)Liberal, Marxis-Sosialis,Post Modern, (Jakarta: Arruz Media, 2010), h. 136
[43] Kamrani Buseri, Pendidikan Keluarga Dalam Islam, (Yogyakarta: Bina Usaha Yogyakarta, 1990), h. 5
[44] Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, Panduan Lengkapbagi Orang-Tua, Guru dan Masyarakat Berdasarkan Ajaran Islam,  (Jakarta: Lentera Basritama, 1999), h. 219
[45] Kamrani Buseri, Op. Cit., h.5
[46] Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000, Cet. Ketiga), h. 100-101
[47] LH Santoso, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Surabaya: Pustaka Agung Harapan, TP), h. 263
[48] Yuliansyah, Banjarmasin Post, Mimbar Opini, (Sabtu, 06 Oktober 2012), h. 26
[49] Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian  Islam, (Jakarta: Robbani Press, 2001), h. 293

No comments:

Post a Comment