BAB I
PENDAHULUAN
Sejak
lahir sampai mati manusia hidup sebagai anggota masyarakat. Hidup dalam
masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orang-orang di sekitar dan
dengan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang lain. Interaksi
sosial sangat utama dalam tiap masyarakat.
Manusia
adalah makhluk sosial. Ia hidup dalam hubungannya dengan orang lain dan
hidupnya tergantung pada orang lain. Karena itu manusia tak mungkin hidup layak
di luar masyarakat.
Di
dalam masyarakat, kebudayaan itu di satu pihak dipengaruhi oleh anggota
masyarakat, tetapi di lain pihak anggota masyarakat itu dipengaruhi oleh
kebudayaan. Kebudayaan sebagai hasil ciptaan dan karya manusia tentulah
mempunyai bentuk-bentuk keseluruhan dan unsur-unsur atau bagian-bagiannya.
Makalah
ini di buat untuk memberi tambahan bagi iyang ingin mengetahui hubungan antara
masyarakat dengan kebudayaan sekolah, untuk lebih jelasnya bisa dibaca dan
apabila terdapat kesalahan harap maklum.
BAB II
MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN SEKOLAH
A.
Pengertian
Masyarakat
Berikut di bawah ini adalah beberapa
pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia.
1.
Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang
yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
2.
Menurut (Koentjaraningrat 1994) masyarakat adalah kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang
bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.
3.
Menurut (Ralph Linton 1968) masyarakat adalah setiap kelompok manusia
yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat
keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap sebagai satu kesatuan
sosial
B.
Faktor-Faktor/Unsur-Unsur Masyarakat
Menurut Soerjono Soekanto alam
masyarakat setidaknya memuat unsur sebagai berikut ini :
1.
Beranggotakan minimal dua orang
2.
Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan
3.
Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang
menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan
hubungan antar anggota masyarakat
4.
Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan
kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.
C.
Ciri/Kriteria Masyarakat yang Baik
Menurut Marion Levy diperlukan empat
kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpulan manusia bisa dikatakan/disebut sebagai
masyarakat.
1.
Ada sistem tindakan utama
2.
Saling setia pada sistem tindakan utama
3.
Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota
D.
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan: cultuur (Bahasa
Belanda), Culture (Bahasa Inggris), berasal dari perkataan Latin “Colere” yang
berarti mengolah, mengajarkan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah
tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture sebagai “segala
daya dan activitet manusia untuk mengobah dan mengubah tanah”.
Dilihat dari sudut bahasa Indonesia,
kebudayaan berasal dari Bahasa sangsekerta “buddhayah”. Yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti budi atau akal.
Pendapat ini mengatakan, bahwa kata budaya
adalah sebagai suatu pengembangan dari kata majemuk: budi daya yang berarti
budi dan daya. Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan.
Budaya adalah daya dari budi berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan
adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa terseebut.
Kebudayaan secara keseluruhan adalah
hasil usaha manusia untuk mencukupi semua kehidupan hidupnya.
Jadi jelasnya “kebudayaan” adalah
suatu hasil ciptaan dari pada hidup bersama yang berlangsung berabad-abad.
Kebudayaan adalah suatu hasil, dan hasil itu dengan sengaja atau tidak,
sesungguhnya ada dalam masyarakat. Dan pada pokoknya tiap-tiap manusia itu
pasti mempunyai budaya, yaitu gejala-gejala jiwa yang dimiliki oleh manusia dan
yang dapat membedakan manusia dengan binatang.
Dari hasil kebudayaan manusia
kemudian mempunyai kehidupan, dan pola kehidupan ini pula dapatlah mempengaruhi
cara berpikir dan dan gerak sosial. Contoh: kehidupan dunia Islam di Jawa
Tengah dengan Sumatera Barat lain-lain, sebab pola kehidupan mereka juga lain.
Hal ini disebabkan adanya pengaruh kultur (kebudayaan) di daerah itu.
E.
Unsur-Unsur atau Bagian-Bagian Kebudayaan
Menurut Linton, kebudayaan sebagai
bagian besar dan umum secara totalitas, terbagi-bagi atas:
1.
Cultural universal, misalnya mata pencarian, kesenian
agama, ilmu pengetahuan, kekerabatan, dan sebagainya
2.
Cultural activitas (kegiatan-kegiatan kebudayaan),
misalnya dari mata pencarian tadi terdapat pertanian, peternakan, perikanan,
perdagangan dan lain sebagainya. Dalam cultural universal kesenian terdapat
misalnyaseni sastra, lukis, tari, musik, drama, film dan lain sebagainya
3.
Traits complexes, adalah bagian-bagian dari cultural
activitistadi. Dari pertanian terdapat irigasi, pengolahan sawah, masa panen
dan sebagainya
4.
Traits, adalah bagian-bagian dari traits complexes
tadi. Misalnya dari sistem pengolahan tanah, terdapat bajak, guru, cangkul,
sabit dan lain sebagainya
5.
Items, adalah bagian-bagian di dalam traits kebudayaan.
Dari bajak terdapat bagian-bagianya, yakni mata bajak, tangkai bajak, pasangan,
kendala dan sebagainya.
F.
Kebudayaan Sekolah
Sistem pendidikan mengembangkan pola
kelakuan tertentu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat dari
murid-murid. Kehidupan di sekolah serrta norma-norma yang berlaku di situ dapat
disebut kebudayaan sekolah. Walaupun kebudayaan sekolah merupakan bagian dari
kebudayaan masyarakat luas, namun mempunyai ciri-ciri yang khas sebagai suatu
“subculture”. Sekolah bertugas untuk menyampaikan kebudayaan kepada generasi
baru dan karena itu harus selalu memperhatikan masyarakat dan kebudayaan umum.
Akan tetapi di sekolah itu sendiri timbul pola-pola kelakuan tertentu. Ini
mungkin karena sekolah mempunyai pendudukan yang agak terpisah dari arus umum
kebudayaan.
Dalam melaksanakan kurikulum dan
eksrta-kurikulum berkembang sejumlah pola kelakuan yang khas bagi sekolahyang
berbeda dengan yang terdapat pada kelompok-kelompok lain dalam masyarakat. tiap
kebudayaan mengandung bentuk kelakuan yang diharapkan dari anggotanya. di
sekolah diharapkan bentuk kelakuan tertentu dari semua murid dan guru. Itulah
yang menjadi norma bagi setiap murid dan guru. Murid ini nyata dalam kelakuan
anak dan guru, dalam peraturan-peraturan sekolah, dalam tindakan dan hukuman
terhadap pelanggaran, juga dalam berbagai kegiatan seperti upacara-upacara.
Kenaikan Kelas
Belajar dengan rajin agar
naik kelas merupakan patokan yang mempengaruhi kehidupan anak di sekolah. Untuk
itu ia harus menguasai bahan pelajaran yang ditentukan oleh kurikulum yang
sering diolah dalam bentuk buku pelajaran, diktat atau kitab catatan. Dengan
ulangan atau tes guru menilai kemampuan anak. Angka dari guru sangat penting
bagi murid. Hak guru memberi angka memberinya kekuasaan yang disegani oleh
murid. Ada juga guru yang bila perlu menggunakan angka itu untuk menegakkan
kekuasaannya. Guru yang sangat “killer” sangat ditakuti.
Tinggal kelas merupakan
masalah yang berat bagi murid. Bagi anak yang bersangkutan ini berarti bahwa ia
akan ditinggalkan oleh teman-temannya selama setidak-tidaknya satu tahun dan ia harus masuk kelompok
anak-anak yang lebih muda daripadanya yang selama ini lebih rendah
kedudukannya. Tinggal kelas bagi murid merupakan pukulan berat, sekalipun
sebelumnya ia tahu bahwa angka-angkanya selalu rendah dalam ulangan. Ia merasa
malu dan ingin pindah ke sekolah lain. Juga bagi orang tua anak itu tinggal
kelas merupakan pengalaman yang pahit yang mengecewakan dan memalukan.
Oleh sebab kenaikan kelas
itu begitu pentingnya maka murid-murid biasanyabelajar untuk memperoleh angka
yang baik, walaupun ilmu itu sendiri juga penting.
Upacara-Upacara
Peristiwa yang biasanya
dilakukan dengan upacara ialah penerimaan murid baru. Pada waktu yang lalu
murid-murid SMA turut melakukan masa perkenalan, meniru kakak-kakaknya di
Perguruan Tinggi. Mereka itu sebenarnya mengikuti jejak mahasiswa zaman
kolonial, yang menerima mahasiswa dengan upacara perpeloncoan.
Upacara yang selalu
menggembirakan adalah upacara wisuda yang melepaskan para siswa yang lulus,
yang kemudian akan melanjutkan pelajaran pada lembaga pendidikan yang lebih
tinggi atau mengadu nasibnya dalam dunia pekerjaan.
Upacara itu melambangkan
beberapa hal. Pertama, untuk menyatakan besarnya nilai pendidikan bagi
pembinaan generasi muda dan kepercayaan bahwa pendidikan membawa kemajuan bagi
setiap siswa. Kedua, bagi mereka yang lulus, wisuda itu merupakan
pengakuan atas taraf pendidikan yang telah mereka capai.
Upacara Bendera
Ada sekolah yang memulai
sekolah dengan lebih dahulu mengumpulkan semua murid untuk melakukan upacara
tertentu dengan mungkin upacara yang berbeda-beda menurut sekolahnya. Upacara
ini selain mempunyai kontrol, juga menanamkan rasa identifikasi anak dengan
sekolahnya dan semangat persatuan serta rasa turut bertanggung jawab atas nama
baik sekolahnya.
Suatu upacaya yang
diwajibkan bagi setiap sekolah di negara kita ialah upacara bendera pada hari
senin setiap minggu dan pada tanggal 17 tiap bulan. Upacara ini bertujuan untuk
menanamkan rasa kebangsaan dengan meresapkan dasar pikiran, dan cita-cita serta
norma-norma yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila dan
Sumpah Pemuda. Kesempatan ini juga dapat digunakan oleh Kepala Sekolah untuk
berbagai pengumuman dan petunjuk-petunjuk lainnya demi kebaikan sekolah.
Upacara dipandang sebagai kesempatan yang penting untuk menyampaikan dan
menerima pesan-pesan. Bisa juga untuk pergantian pengurus OSIS, penyerrahan
tanda penghargaan atas kemenangan dalam berbagai perlandingan dan perlombaan,
ini bisa meningkatkan rasa kebangsaan atas sekolah sendiri serta identifikasi
murid dengan sekolahnya.
G.
Norma-Norma Sosial dalam Situasi Belajar
Kegiattan belajar yang berpusat
dalam ruang kelas hanya dapat berjalan lancar karena adanya poal-polakebudayaan
sekolah yang menentukan kelakuan yang diharapkan dari murid-murid dalam proses
belajar mengajar.
Norna-norma di sekolah juga harus
memperhatikan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Guru harus memanfaatkan
harapan-harapan orang tua dan menerapkannya dalam kelasnya dalam bentuk
norma-norma. Sedapat mungkin norma-norma yang dijalankan di sekolah jangan
bertentangan dengan norma yang berlaku dalam keluarga anak didik. Bila ini
terjadi maka kesulitan dan dan salah paham akan timbul antara sekolah dan orang
tua. Dalam hal ini pribadi guru dan latar belakangnya turut menentukan cara
menginterpretasikan norma-norma masyarakat ke dalam situasi kelas.
H.
Latar Belakang Guru
Menurut penelitian di Amerika
Serikat sebagian besar dari guru-guru berasal dari golongan menengah-rendah
seperti petani, pengusaha kecil, buruh harian dann sebagian kecil saja yanga
ayahnya dari golongan profesional atau golongan tinggi. guru akan membawa
norma-norma dan kebudayaan yang diperolehnya melalui pendidikan dari orang
tuanya ke dalam kelas yang diajarnya. Walaupun guru itu sendiri berkat
pendidikannya dapat mempertinggi tingkat kulturalnya, namun ia akan tetap
terikat oleh latar belakangnya, yakni nilai-nilai pedesaan golongan
menengah-rendah yang mungkin sekali berbeda dengan norma murud-murid, khususnya
di kota-kota.
Di dalam kelas gurulah merupakan
daya utama yang menentukan norma-norma di dalam kelasnya dan otoritas guru
sukar dibantah. Dalam kelakuan anak sehari-hari, tentang berpakaian, cara
bergaul, cara mengatasi konplik dan hal-hal moral, pergaulan antar-seks, soal
kejujuran sikap terhadap agama, terhadap atasan orrang tua, dan pemerintah guru
itu akan dipengaruhi norma-norma golongan darri mana ia berasal. Tentang
peraturan-peraturan sekolah telah ada yang ditentukan oleh pemerintah ada pula
oleh kepala sekolah dan staf guru, misalnya mengenai kehadiran di sekolah,
larangan merokok, pembayaran iuran sekolah, dan sebagainya yang harus dipatuhi
oleh semua anak, lepas dari status orang tua anak.
No comments:
Post a Comment