Pengertian
Transplantasi
Transplantasi
atau pencangkokan organ tubuh adalah pemindahan organ tubuh tertentu yang
mempunyai daya hidup yang sehat, dari seseorang untuk menggantikan organ tubuh
yang tidak sehat atau tidak berfungsi dengan baik milik orang lain.
Orang
yang anggota tubuhnya dipindahkan disebut donor (pen-donor),
sedang yang menerima disebut repisien.
Cara
ini merupakan solusi bagi penyembuhan organ tubuh tersebut karena
penyembuhan/pengobatan dengan prosedur medis biasa tidak ada harapan
kesembuhannya.[1]
Dalam pelaksanaan
transplantasi organ tubuh ada tiga pihak yang terkait dengannya yaitu : 1).
Orang yang menyumbangkan oragan tubuhnya . 2). Resipien, orang yang menerima organ
tubuh dari donor yang karena suatu dan lain hal, organ tubuhnya harus diganti.
3).Tim ahli (dokter)
Islam memerintahkan agar setiap
penyakit diobati. Membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat berakibat
fatal, yaitu kematian. Membiarkan diri terjerumus pada kematian adalah
perbuatan terlarang,
وَلاَتَـقْـتُـلُوْا اَنْـفُسَهُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا ( النسآء : 29
“… dan janganlah kamu membunuh dirimu ! Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa 4: 29)
Maksudnya, apabila sakit, berobatlah secara optimal sesuai dengan kemampuan karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah saw. seraya bertanya, Apakah kita harus berobat? Rasulullah menjawab, “Ya hamba Allah, berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menentukan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit.” Para shahabat bertanya, “Penyakit apa itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Penyakit tua.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Nah, transplantasi termasuk salah satu jenis pengobatan. Dalam kaidah metode pengambilan hukum disebutkan Al-Ashlu fil mu’amalati al-ibaahah illa ma dalla daliilun ‘ala nahyi. (Pada prinsipnya, urusan muamalah (duniawi) itu diperbolehkan kecuali kalau ada dalil yang melarangnya). Maksudnya, urusan duniawi silakan dilakukan selama tidak ada dalil baik Al Quran ataupun hadits yang melarangnya.
Transplantasi bisa dikategorikan urusan muamal (duniawi). Kalau kita amati, tidak ada dalil baik dari Al Qur’an ataupun hadits yang melarangnya. Jadi trasplantasi itu urusan duniawi yang diperbolehkan. Persoalannnya, bagaimana hukum mendonorkan organ tubuh untuk ditransplantasi? Islam memerintahkan untuk saling menolong dalam kebaikan dan mengharamkannya dalam dosa dan pelanggaran.[2]
وَلاَتَـقْـتُـلُوْا اَنْـفُسَهُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا ( النسآء : 29
“… dan janganlah kamu membunuh dirimu ! Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa 4: 29)
Maksudnya, apabila sakit, berobatlah secara optimal sesuai dengan kemampuan karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah saw. seraya bertanya, Apakah kita harus berobat? Rasulullah menjawab, “Ya hamba Allah, berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menentukan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit.” Para shahabat bertanya, “Penyakit apa itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Penyakit tua.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Nah, transplantasi termasuk salah satu jenis pengobatan. Dalam kaidah metode pengambilan hukum disebutkan Al-Ashlu fil mu’amalati al-ibaahah illa ma dalla daliilun ‘ala nahyi. (Pada prinsipnya, urusan muamalah (duniawi) itu diperbolehkan kecuali kalau ada dalil yang melarangnya). Maksudnya, urusan duniawi silakan dilakukan selama tidak ada dalil baik Al Quran ataupun hadits yang melarangnya.
Transplantasi bisa dikategorikan urusan muamal (duniawi). Kalau kita amati, tidak ada dalil baik dari Al Qur’an ataupun hadits yang melarangnya. Jadi trasplantasi itu urusan duniawi yang diperbolehkan. Persoalannnya, bagaimana hukum mendonorkan organ tubuh untuk ditransplantasi? Islam memerintahkan untuk saling menolong dalam kebaikan dan mengharamkannya dalam dosa dan pelanggaran.[2]
Transplantasi
dapat dikategorikan kepada tiga tipe :[3]
Donor
dalam keadaan sehat, dalam tipe ini diperlukan seleksi yang amat cermat dan
harus diadakan pemeriksaan yang lengkap baik terhadap donor maupun resipien.
hal ini dilakukan demi menghindari kegagalan transplantasi yang disebabkan
adanya penolkan tubuh resipien dan juga menghindari resiko bagi donor.
Donor
dalam keadaan koma. Apabila donor dalam keadaan koma atau diduga kuat akan
meninggal dunia segera, maka dalam pengambilan organ tubuh donor memerlukan
alat kontrol dan penunjang kehidupan, misalnya dengan bantuan alat pernafasan
khusus.
Donor
dalam keadaan meninggal dunia. Dalam tipe ini organ tubuh yang akan dicangkok
diambil ketika donor sudah meninggal dunia. Berdasarkan ketentuan medis dan
yuridis.. disamping juga harus diperhatikan daya tahan organ yang akan
dicangkokkan, apakah masih ada kemungkinan untuk bisa berfungsi bagi resipien
atau apakah sel-sel dan jaringannya sudah mati. Sehingga tidak bermanfaat lagi
bagi resipien.
B. Hukum Transplantasi Organ Tubuh
1. Donor dalam keadaan sehat
Apabila
transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih hidup sehat, maka
hukumnya haram. Dengan alasan firman Allah dalam surah Al-Baqarah : 195 :
(#qà)ÏÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# wur (#qà)ù=è? ö/ä3Ï÷r'Î/ n<Î) Ïps3è=ökJ9$# ¡ (#þqãZÅ¡ômr&ur ¡ ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏZÅ¡ósßJø9$#
Dan belanjakanlah
(harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri
ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik.
Ayat
tersebut mengingatkan agar jangan gegabah dalam melakukan sesuatu, tetapi harus
memperhatikan akibatnya, yang kemungkinan bisa berakibat fatal bagi diri donor,
meskipun perbuatan tersebut merupakan hal yang baik dan luhur. contohya
seseorang yang menyumbangkan sebuah ginjalnya atau matanya kepada orang lain
yang memerlukan. dan kemungkinan juga dengan harapan ada imbalan bagi orang
yang memerlukan , tetapi dalam masalah ini hukumnya haram karena tubuh manusia
adalah milik Allah, manusia hanya berhak mempergunakannya dan tidak boleh
menjualnya.
Dalam
qaidah fiqih “Menghindari kerusakan didahulukan dari menarik kemaslahatan.
Berkenaan dengan transplantasi, seseorang harus lebih mengutamakan memelihara
dirinya dari pada kebinasaan, dari pada menolong orang lain dengan cara
megorbankan diri sendiri, akhirnya ia tidak bisa melaksanakan tugas dan
kewajiban, terutana tugas dalam melaksanakan ibadah.
2. Donor dalam keadaan koma
Hukumnya
tetap haram karena hal itu dapat mempercepat kematiannya dan mendahului
kehendak Allah. Meskipun orang tersebut menurut dokter tidak dapat ditolong
lagi.
Nabi
saw bwersabda : “Tidak boleh membuat mudharat pada diri sendiri dan tidak boleh
pula membutat mudharat pada orang lain. Berdasarkan hadits ini mengambil organ
orang yang dalam keadaan koma haram hukumnya karena dapat berakibat mempercepat
kematiannya
3. Donor dalam keadaan meninggal dunia
Mengambil
organ tubuh tubuh donor (Jantung, mta atau ginjal) orang yang sudah meninggal
secara yuridis dan medis hukumnya mubah. Dengan syarat bahwa resipien dalam
keadaan darurat yang mengancam jiwanya yang bila tidak dilakukan transplantasi
sedangkan ia sudah berobat secara optimal tetapi tidak berhasil. Hal ini
berdasarkan qaidah fiqiyah : “Darurat akan membolehkan yang diharamkan” dan
juga : “Bahaya itu harus dihilangkan”. Disamping harus ada wasiat dari donor
kepada ahli warisnya untuk menyumbangkan organ tubuhnya bila meninggal dunia,
atau ada izin dari ahli warisnya.
Fatwa
MUI tangal 29 Juni 1987 bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan yang lebih baik, maka pengambilan katup
jantung orang yang meninggal untuk kepentingan orang yang masih hidup, dapat
dibenakan oleh hukum islam dengan syarat ada izin dari yang bersangkutan (lewat
wasiat sewaktu masih hidup)dan izin keluarga-ahli waris.
Dalil-dalil
yang dapat dijadikan dasar :
ô`tBur $yd$uômr& !$uK¯Rr'x6sù $uômr& }¨$¨Y9$# $YèÏJy_ 4
Dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. (Al-Maidah
ayat 32)
Ayat
tersebut menunjukkan bahwa tindakan kemanusiaan (seperti transplantasi) sangat
dihargai oleh agama islam. Tentunya harus sesuai dengan syariat islam.
( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$#
Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Al-Maidah ayat 2)
Ayat
terbut menyuruh berbuat baik kepada sesama mausia dan saling tolong menolong
dalam hal kebaikan. [4]
C. Masalah
Transplantasi
Apabila
transplantasi organ tubuh diperbolehkan, lalu bagaimana apabila organ tubuh
tersebut dipakai oleh resipien melakukan tindakan dosa atau tindakan yang
berpahala? Dengan kata lain, apakah pemilik organ tubuh asal akan mendapat
pahala, jika organ tubuh tersebut dipakai repisien untuk melakukan perbuatan
yang baik. Sebaliknya, apakah pendonor akan mendapat dosa apabila organ tubuh
tersebut dipakai repisien melakukan dosa?
Pendonor
tidak akan mendapat pahala dan dosa akibat perbuatan repisien, berdasarkn
dalil-dalil berikut ini:
1.
Firman Allah:
Artinya:”Dan
sesungguhnya, tidaklah bagi manusia itu kecuali berdasarkan perbuatannya. Dan
perbuatannya itu akan dilihat. Kemudian akan dibalas dengan balasan yang
sempurna”.
D. Hukum Transplantasi Organ dari Non Muslim
Mencangkok (transplantasi) organ dari tubuh seorang nonmuslim kepada
tubuh seorang muslim pada dasarnya tidak terlarang. Mengapa? Karena organ tubuh
manusia tidak diidentifikasi sebagai Islam atau kafir, ia hanya merupakan alat
bagi manusia yang dipergunakannya sesuai dengan akidah dan pandangan hidupnya.
Apabila suatu organ tubuh dipindahkan dari orang kafir kepada orang
Muslim, maka ia menjadi bagian dari wujud si muslim itu dan menjadi
alat baginya untuk menjalankan misi hidupnya, sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT.
alat baginya untuk menjalankan misi hidupnya, sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT.
Hal ini sama dengan orang muslim yang mengambil senjata orang kafir. Dan
mempergunakannya untuk berperang fi sabilillah. Bahkan sesungguhnya semua organ
di dalam tubuh seorang kafir itu adalah pada hakikatnya muslim (tunduk dan
menyerah kepada Allah). Karena organ tubuh itu adalah makhluk Allah, di mana
benda-benda itu bertasbih dan bersujud kepada Allah SWT, hanya saja kita tidak
mengerti cara mereka bertasbih.
Kekafiran atau keIslaman seseorang tidak berpengaruh terhadap organ
tubuhnya, termasuk terhadap hatinya (organnya) sendiri. Memang AL-Quran sering
menyebut istilah hati yang sering diklasifikasikan sehat dan sakit, iman dan
ragu, mati dan hidup.[5]
KESIMPULAN
Berdasarkan fatwa ulama-ulam fiqih, kami mengambil
kesimpulan bahwa transplantasi organ tubuh orang yang masih hidup tidak
dibolehkan, namun demikian transplantasi orang yang sudah meninggal dibolehkan saja,
sepanjang mendapat izin dari orang yang akan meninggal tadi dan mendapat izin
juga dari ahli keluarganya, dan dalam hal transplantasi harus dengan
hati-hati dan harus menjaga kehormatan orang yang meninggal tadi. Dan tidak
dengan cara yang bathil.
Menjadi pendonor hukumnya mubah (boleh) bahkan bernilai
ibadah kalau dilakukan dengan ikhlas asal tidak membinasakan pendonor dan
menjadi haram bila membinasakannya. Orang meninggal boleh dimanfaatkan organnya
untuk pengobatan dengan catatan sebelum wafat orang tersebut mengizinkannya.
Wallahu a’lam.
[1] http://pabondowoso.com/berita-154-pandangan-hukum-islam--terhadap-transplantasi-organ-tubuh-dan-tranfusi-darah.html
[2] http://baraya.tumblr.com/post/1689174571/hukum-transplantasi-organ-tubuh
[3]
Abuddin Nata, Masail Al-Fiqhiyah, (Jakarta : Kencana,2006) h. 101-102
[4]
Ibid. h. 103-108
[5] http://www.ustsarwat.com/search.php?id=1182480708
No comments:
Post a Comment