BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui dalam perkembangan manusia, manusia
mengalami dua macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan
rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis, puncak
perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya perkembangan
rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (Abilitas), pencapaian tingkat
abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan
(Maturity).
Dalam makalah ini kami mencoba untuk memaparkan kriteria
orang yang matang beragama yang erat kaitannya dengan perkembangan manusia yang
semua itu kami jelaskan dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Matang Beragama
Manusia mengalami dua macam
perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan perkembangn rohani. Perkembangan
jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang
dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya perkembangan rohani diukur
berdasarkan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu
bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
Kemampuan
seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada
nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah
laku merupakan ciri dari kematanan beragama, jadi kematangan beragama terlihat
dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan
nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia menganut
suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik. Karena
itu ia berusaha menjadi penganut yang baik, keyakinan itu ditampilkannya dalam
sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.
B. Faktor Yang
Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian Manusia.
Seperti halnya
yang telah dijelaskan diatas dalam tingkat perkembangan yang dicapai diusia
anak-anak, maka kedewasaan jasmani belum tentu berkembang setara dengan
perkembangan rohani. Secara normal memang seorang yang sudah mencapai tingkat
kedewasaan akan memiliki pola kematangan rohani seperti kematangan berpikir,
kematangan pribadi maupun kematangan emosi. Tetapi perimbangan antara
kedewasaan jasmani dan kematangan rohani ini ada kalanya tidak berjalan
sejajar. Secara fisik (jasmani) seseorang mungkin sudah dewasa, tetapi secara rohani
ia ternyata belum matang.
Keterlambatan
pencapaian kematangan rohani ini menurut ahli psikokogi pendidikan sebagai
keterlambatan dalam perkembangan kepribadian. Factor-faktor ini menurut
Dr.Singgih D. Gunarsa dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: factor yang
terdapat pada diri anak dan factor yang berasal dari lingkungan.
Adapun factor
intern anak itu yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah:
konstitusi tubuh, struktur dan keadaan fisik, koordinasi motorik, kemampuan
mental dan bakat khusus (intelegensi tinggi, hambatan mental, bakat khusus),
emosionalitas. Semua factor intern ini ikut mempengaruhi terlambat tidaknya
perkembangan kepribadian seseorang.
Selanjutnya
yang termasuk pengaruh factor lingkungan adalah: keluargaa, sekolah (Singgih
D.Gunarta: 88-96). Selain itu ada factor lain yang juga mempengaruhi
perkembangan kepribadian seseorang yaitu kebudayaan tempat dimana seseorang itu
dibesarkan. Kebudayaan turut mempengaruhi pembentukan pola tingkah laku serta
berperan dalam pembentukan kepribadian. Kebudayaan yang menekankan pada norma
yang didasarkan kepada nilai-nilai luhur seperti kejujuran, loyalitas, kerja
sama bagaimanapun akan memberi pengaruh dalam pembentukan pola dan sikap yang
merupakan unsur dalam kepribadian seseorang. Demikian pula halnya dengan
kematangan beragama.
Dalam kehidupan
tak jarang dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatar belakangi oleh
berbagai pengalaman agama serta type kepribadian masing-masing. Kondisi seperti
ini menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang.
Dengan demikian pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri
dalam sikap keberagamaan masing-masing.
C. Ciri-Ciri
Dan Sikap Keagamaan
Berdasarkan temuan psikologi agama, latar belakang psikologi
baik diperoleh berdasarkan faktor intern maupun hasil pengaruh lingkungan
memberi ciri pada pola tingkah laku dan sikap seseorang dalam bertindak. Pola
seperti ini memberi bekas pada sikap seseorang terhadap agama. William James
melihat adanya hubungan antara tingkah laku keagamaan seseorang dengan
pengalaman keagamaan yang dimilikinya itu.
Dalam bukunya The Varieties of Religious Experience William James
menilai secara garis besarnya sikap dan perilaku keagamaan itu dapat
dikelompokan menjadi dua tipe, yaitu;1)tipe orang yang sakit jiwa; dan 2)tipe
orang yang sehat jiwa.Kedua tipe ini menunjukan perilaku dan sikap keagamaan
yang berbeda.
1.Tipe Orang yang Sakit Jiwa(The Sick Soul).
Menurut William James sikap keberagaman orang yang sakit jiwa ini
ditemui pada mereka yang pernah mengalami latar belakang kehidupan keagamaam
yang terganggu.Maksudnya orang tersebut meyakini suatu agama dan
melaksanakanajaran agama tidak berdasarkan atas kematangan beragama yang
berkembang secara bertahap sejak usia kanak-kanak hingga menginjak usia dewasa
seperti lazimnya yang terjadi pada perkembangan secara normal. Mereka itu
meyakini suatu agama dikarenakan oleh adanya penderitaan batin yang antara lain
mungkin diakibatkan oleh musibah, konflik batin ataupun sebab lainnya yang sulit
diungkapkan secara ilmiah.
Latar belakang itulah yang
kemudian menjadi penyebab perubahan sikap yang mendadak terhadap
keyakinanagama.Mereka beragama akibat dari suatu penderitaan yang mereka alami
sebelumnya.William James menggunakan istilah the suffering. Mereka yang pernah
mengalami penderitaan ini terkadang secara mendadak dapat menunjukkan sikap
yang taat hingga kesikap yang fanatik terhadap agama yang diyakininya.
William Starbuck, seperti yang ditemukan oleh William James
berpendapat bahwa penderitaan yang dialami disebabkan oleh dua faktor
utama,yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Alasan ini pula tampaknya yang
menyebabkan dalam psikologi agama dikenal dua sebutan,yaitu the sick soul dan
the suffering.Tipe yang dilatarbelakangi oleh faktor intern(dalam diri)
sedangkan yang kedua adalah karena faktor ekstern(penderitaan).
a.
Faktor intern
yang diperkirakan menjadi penyebab dari timbulnya sikap keberagamaan yang tidak
lazim ini adalah;
1)Temperamen
Temperamen merupakan
salah-satu unsur dalam membentuk kepribadian manusia sehingga dapat tercermin
dari kehidupan jiwa seseorang. Tingkah laku yang didasarkan kondisi temperamen
memegang peranan penting dalam sikap keagamaan seseorang. Seseorang yang melancholis
akan berbeda dengan orang yang berkepribadian dysplastisdalam sikap dan
pandangannya teradap ajaran agama. Demikian pula halnya dengan mereka yang
memiliki tipe kepribadianyang lainnya.
2) Gangguan jiwa
Orang yang mengidap gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap
dan tingkah lakunya. Tindak tanduk keagamaan dan pengalaman keagamaan yang
ditampilkannya tergantung dari gejala gangguan jiwa yang mereka idap. Umpamanya
; para schizophrenia, paranoia, psychostenia dan pengidap gangguan jiwa lainnya.
3) Konflik dan keraguan
Konflik kejiwaan yang terjadi pada diri seseorang mengenai
keagamaan mempengaruhi sikap keagamaannya.Mungkin berdasarkan kesimpulannya ia
akan memilih memilih salah-satu agama yang diyakininya ataupun meninggalkannya
sama sekali. Keyakinan agama yang dianut berdasarkan pemilihan yang matang
sesudah terjadinya konflik kejiwaan akan lebih dihargai dan dimuliakan. Konflik
dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama seperti
taat,fanatik ataupun agnostik hingga ateis.
4) Jauh dari Tuhan
Orang yang dalam kehidupannya jauh dari ajaran agama,lazimnya akan
merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan saat menghadapi cobaan. Ia seakan
merasa tersisih dari curahan Rahmat Tuhan. Perasaan ini mendorongnya untuk lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan serta berupaya mengabdikan diri secara
sungguh-sungguh. Hal ini menyebabkan terjadi semacam perubahan sikap keagamaan
pada dirinya.
Adapun ciri-ciri tindak
keagamaan mereka yang mengalami kelainan kejiwaan itu umumnya cenderung
menampilkan sikap:
a)
Pesimis
Dalam mengamalkan ajaran agama mereka cenderung untuk berpasrah
diri kepada nasib yang telah mereka terima. Mereka menjadi tahan menderita dan
segala penderitaan menyebabkan peningkatan ketaatannya. Penderitaan dan kenikmatan
yang mereka terima mereka percayai sepenuhnya sebagai azab dan rahmat Tuhan.
Mereka cenderung lebih mawas diri dan terlibat dalam masalah pribadi masing
–masing dalam mengamalkan ajaran agama.
b)
Introvert
Sifat pesimis membuat mereka bersifst objektif. Segala mara bahaya
dan penderitaan selalu dihubungkannya dengan kesalahan diri dan ddosa yang
telah diperbuatnya. Dengan demikian mereka berusaha untuk menebuskannya dengan
mendekatkan diri kepada Tuhan melalui pensucian diri. Cara bermeditasi kadang-kadang
merupakan pilihan dalam memberi kenikmatan yang dapat dirasakan oleh jiwanya.
c)
Menyenangi
paham yang ortodoks
Sebagai pengaruh sifat pesimis dan introvert kehidupan jiwanya
menjadi pasif.Hal ini lebih mendorong mereka untuk menyenangi paham keagamaan
yang lebih konservatif dan ortodoks.
d)
Mengalami
proses keagamaan secara nograduasi
Tindak keagamaan yang mereka lakukan didapat dari proses pendekatan
,mungkin karena rasa berdosa,ataupun perubahan keyakinan maupun petunjuk
Tuhan.Jadi timbulnya keyakinan beragama pada mereka ini berlangsung melalui
proses pendadakan,perubahan yang tiba-tiba.
b.
Faktor ekstern
yang diperkirakan turut mempengaruhi sikap keagamaan secara mendadak, adalah:
1)
Musibah
Terkadang musibah
yang serius dapat mengguncangkan kejiwaan seseorang.Sehingga makin berat
musibah yang dialaminya akan makin tinggi tingkat ketaatannya kepada agama.
Bahkan mungkin pula kemudian mereka yang mengalami peristiwa semacam itu akan
menjadi seorang penganut agama yang
fanatik.Misalnya seorang menyadari bahwa
bila ingin melakukan perjalanan lazimnya diawali dengan melafazkan doa-doa
tertentu. Bila ia menyadari musibah yang menimpa dirinya dalam suatu perjalanan
tidak membaca doa sama sekali karena lupa atau karena tidak mengenal doa sama
sekali,maka ada kecenderungan musibah tersebut dihubung-hubungkan dengan
peringatan Tuhan kepadanya. Dengan demikian, kemungkinan setelah musibah itu
berlalu ia akan mulai mempelajari doa-doa dimaksud dan mengamalkannya dengan
tekun. Bahkan mungkin pula ia menjadi penganut doa yang fanatik.
2)
Kejahatan
Mereka yang menekuni
kehidupan di lingkungan dunia hitam,baik berupa pelaku maupun sebagai pendukung
kejahatan, umumnya akan mengalami keguncangan batin, dan rasa berdosa. Perasan itu mereka tutupi dengan perbuatan
bersifat konpesatif, seperti melupakan seje
nak dengan meneguk minuman keras, judi maupun berfoya-foya.Namun
upaya untuk menghilangkan keguncangan batin tersebut tidak berhasil. Karena itu jiwa mereka menjadi
labil yang terkadang dilampiaskan dengan tindakan yang brutal, pemarah, mudah
tersinggung dan berbagai tindakan negative lainnya.
Perasaan seperti
itu biasanya terus menghantui mereka hingga menyebabkan hidup mereka tidak
pernah mengalami ketenangan dan ketenteraman.Perasaan tersebut biasanya
mendorong mereka untuk mencari penyaluran yang menurut penilaiannyadapan member
ketenteraman batin. Lazimnya mereka ini akan kembali kepada agama terdorong
untuk bertobat. Sebagai penebus dosa-dosa yang telah diperbuatnya, Tak jarang
orang-orang seperti ini kemudian menjadi penganut agama yang taat dan fanatik.
2. Tipe Orang yang Sehat Jiwa (Healthy-Minded-Ness)[1]
Ciri dan sifat agama pada agama yang
sehat jiwa menurut W. Stharbuck yang dikemukakan oleh W.Houston Clark dalam
bukunya Religion Psyhologi adalah:
a.
Optimis dan
gembira
Orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan
perasaan optimis. Pahala menurut pandangannya adalah hasil jerih payahnya yang
diberikan Tuhan. Sebaliknya segala bentuk musibah dan penderitaan dianggap
sebagai keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya dan tidak beranggapan sebagai peringatan
Tuhan terhadap dosa manusia. Mereka yakin bahwa Tuhan bersifat Pengasih dan
Penyayang dan bukan member azab.
b.
Ekstrovet dan
tak mendalam
Sifat optimis dan terbuka yang dimiliki orang yang sehat jiwa ini
menyebabkan mereka mudah melupakan kesan-kesan buruk dan luka hati yang
tergores oleh ekses agamis tindakannya.Mereka selalu berpandangan keluar dari
membawa suasana hatinya lepas dari lingkungan ajaran keagamisan yang terlampau
menjelimat. Mereka senang kepada kemudahan dalam melaksanakan ajaran agama
.Sebagai akibatnya mereka kurang senang mendalami agama. Dosa mereka anggap
sebagai perbuatan mereka yang keliru.
c.
Menyenangi
ajaran ketauhitan yang liberal
Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet maka mereka cenderung:
1.Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.
2.menunjukan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
3.Menekankan ajaran cinta kasih dari pada kemurkaan dan dosa.
4.Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama sosial.
5.Tidak menyenangi imflikasi penebusan dosa dan kehidupan
kebiaraan.
6.Bersifat liberal dalam menafsirkan pengertian ajaran agama.
7.Selalu berpandangan positif.
8.Berkembang secara graduasi
Maksudnya mereka meyakini ajaran agama melalui proses yang wajar
dan tidak melalui proses pendadakan.
D. Kriteria Orang Yang Matang Beragama[2]
Manusia mengalami dua
macam perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan perkembangn rohani.
Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan
jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya perkembangan rohani
diukur berdasarkan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas
tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
Seorang anak normal,
dalam usia 7 tahun (jasmani) umumnya sudah matang untuk sekolah. Maksudnya
diusia tersebut anak-anak yang normal sudah mampu mengikuti program sekolah.
Diusia itu anak-anak sudah dapat menahan diri umtuk mematuhi peraturan dan disiplin
sekolah serta sudah memiliki kemampuan untuk dapat yang mengikuti pengajaran
yang diberikan kepadanya. Anak-anak yang normal memiliki tingkat perkenbangan
yang sejajar antara jasmani dan rohaninya.
Tetapi dalam kenyataan
sehari-hari tidak jarang dijumpai ada anak-anak yang memiliki perkembangan
jasmani dan rohani yang berbeda. Terkadang secara jasmani perkembangannya sudah mencapai tingkat usia
kronologis tertentu, namun belum memiliki kematangn yang seimbang dengan
tingkat usianya. Anak-anak seperti ini disebut dengan anak yang mengalami
keterlambatan perkembangan rohaninya yang kebanyakan disebabkan hambatan mental
(mental handicaped). Sebaliknya ada anak yang perkembangannya rohaninya
mendahului perkembangan jasmaninya. Anak-anak seperti ini dinamai anak yang
mengalami percepatan kematangan, yang umumnya dikarenakan adanya kemampuan
bakat tertentu yang istimewa (gifted children).
Keterlambatan
pencapaian kematangan rohani itu menurut ahli psikologi pendidikan sebagai
keterlambatan dalam perkembangan. Faktor-faktor ini menurut Dr.Singgih
D.Gunarsa dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu, 1)Faktor yang terdapat pada
diri anak; dan 2)Faktor yang berasal dari lingkungan.
(Singgih D.Gunarsa, 1981;87)
Adapun faktor intern
anak itu yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah:1)Konstitusi
tubuh, 2)Struktur dan keadaan jiwa, 3)Koordinasi motorik, 4)Kemampuan mental
dan bakat khusus: intelegensi tinggi, hambatan mental, bakat khusus, 5)emosionalisasi.
Selanjutnya yang
termasuk pengaruh faktor lingkungan adalah:1)Keluarga, 2)sekolah;(Singgih
D.Gunarsa.88-96).
Selain itu ada faktor-faktor
lain yang dapat mempengarui
perkembangan kepribadian seseorang yaitu kebudayaan tempat seseorang
dibesarkan. Kebudayaan turut mempengarui pembentukan pola tingka laku serta
berperan dalam pembentukan kepribadian. Kebudayaan yang menekankan pada norma
yang didasarkan kepada nilai-nilai luhur
seperti kejujuran,loyalitas,kerja sama bagaimana akan memberi pengaruh
dalam pembentukan pola dan sikap.Yang merupakan unsur dalam kepribadian
seseorang demikian pula alnya dengan kematangan beragama.
Kemampuan seseorang
untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai
luurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan
ciri dari kematangan beragama.Jadi
kematangan beragana terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami,
menghayati serta mengklafikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.Ia menganut suatu agama
karena menurut keyakinnya agama tersebut yang terbaik.Keyakinan itu ditampilkan
dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan teradap
agama.
Sebaliknya dalam
keidupan tidak jarak dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatarbelakangi
oleh berbagai pengalaman agama serta tipe kepribadian masing-masing.
BAB III
KESIMPULAN
Manusia
mengalami dua macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan rohani.
Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan
jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan, sebaliknya perkembangan rohani
diukur berdasarkan tingkat kemampuan (Abilitas). Pencapaian tingkat abilitas
tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
Dalam kehidupan
tak jarang dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatar belakangi oleh
berbagai pengalaman agama serta type kepribadian masing-masing. Kondisi seperti
ini menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang.
Dengan demikian pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri
dalam sikap keberagamaan masing-masing.
Ciri-Ciri Dan Sikap Keagamaan
Dalam bukunya The Varieties of Religious Experience William James
menilai secara garis besarnya sikap dan perilaku keagamaan itu dapat dikelompokan
menjadi dua tipe, yaitu;1)tipe orang yang sakit jiwa; dan 2)tipe orang yang
sehat jiwa.Kedua tipe ini menunjukan perilaku dan sikap keagamaan yang berbeda.
Kriteria Orang Yang Matang Beragama
Seorang anak
normal, dalam usia 7 tahun (jasmani) umumnya sudah matang untuk sekolah.
Maksudnya diusia tersebut anak-anak yang normal sudah mampu mengikuti program
sekolah. Tetapi dalam kenyataan sehari-hari tidak jarang dijumpai ada anak-anak
yang memiliki perkembangan jasmani dan rohani yang berbeda. Terkadang secara
jasmani perkembangannya sudah mencapai
tingkat usia kronologis tertentu, namun belum memiliki kematangn yang seimbang
dengan tingkat usianya.
Keterlambatan
pencapaian kematangan rohani itu menurut ahli psikologi pendidikan sebagai
keterlambatan dalam perkembangan. Faktor-faktor ini menurut Dr.Singgih
D.Gunarsa dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu, 1)Faktor yang terdapat pada
diri anak; dan 2)Faktor yang berasal dari lingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Jalaluddin. Psikologi
Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
http://imronfauzi.wordpress.com.
No comments:
Post a Comment