Tuesday, 23 June 2015

Kematangan Jiwa Beragama


BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui dalam perkembangan manusia, manusia mengalami dua macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis, puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (Abilitas), pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
Dalam makalah ini kami mencoba untuk memaparkan kriteria orang yang matang beragama yang erat kaitannya dengan perkembangan manusia yang semua itu kami jelaskan dalam makalah ini.












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Matang Beragama        
        Manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan perkembangn rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematanan beragama, jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik. Karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik, keyakinan itu ditampilkannya dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.
B. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian Manusia.
Seperti halnya yang telah dijelaskan diatas dalam tingkat perkembangan yang dicapai diusia anak-anak, maka kedewasaan jasmani belum tentu berkembang setara dengan perkembangan rohani. Secara normal memang seorang yang sudah mencapai tingkat kedewasaan akan memiliki pola kematangan rohani seperti kematangan berpikir, kematangan pribadi maupun kematangan emosi. Tetapi perimbangan antara kedewasaan jasmani dan kematangan rohani ini ada kalanya tidak berjalan sejajar. Secara fisik (jasmani) seseorang mungkin sudah dewasa, tetapi secara rohani ia ternyata belum matang.
Keterlambatan pencapaian kematangan rohani ini menurut ahli psikokogi pendidikan sebagai keterlambatan dalam perkembangan kepribadian. Factor-faktor ini menurut Dr.Singgih D. Gunarsa dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: factor yang terdapat pada diri anak dan factor yang berasal dari lingkungan.
Adapun factor intern anak itu yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah: konstitusi tubuh, struktur dan keadaan fisik, koordinasi motorik, kemampuan mental dan bakat khusus (intelegensi tinggi, hambatan mental, bakat khusus), emosionalitas. Semua factor intern ini ikut mempengaruhi terlambat tidaknya perkembangan kepribadian seseorang.
Selanjutnya yang termasuk pengaruh factor lingkungan adalah: keluargaa, sekolah (Singgih D.Gunarta: 88-96). Selain itu ada factor lain yang juga mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang yaitu kebudayaan tempat dimana seseorang itu dibesarkan. Kebudayaan turut mempengaruhi pembentukan pola tingkah laku serta berperan dalam pembentukan kepribadian. Kebudayaan yang menekankan pada norma yang didasarkan kepada nilai-nilai luhur seperti kejujuran, loyalitas, kerja sama bagaimanapun akan memberi pengaruh dalam pembentukan pola dan sikap yang merupakan unsur dalam kepribadian seseorang. Demikian pula halnya dengan kematangan beragama.
Dalam kehidupan tak jarang dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatar belakangi oleh berbagai pengalaman agama serta type kepribadian masing-masing. Kondisi seperti ini menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masing-masing.
C. Ciri-Ciri Dan Sikap Keagamaan
            Berdasarkan temuan psikologi agama, latar belakang psikologi baik diperoleh berdasarkan faktor intern maupun hasil pengaruh lingkungan memberi ciri pada pola tingkah laku dan sikap seseorang dalam bertindak. Pola seperti ini memberi bekas pada sikap seseorang terhadap agama. William James melihat adanya hubungan antara tingkah laku keagamaan seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimilikinya itu.
Dalam bukunya The Varieties of Religious Experience William James menilai secara garis besarnya sikap dan perilaku keagamaan itu dapat dikelompokan menjadi dua tipe, yaitu;1)tipe orang yang sakit jiwa; dan 2)tipe orang yang sehat jiwa.Kedua tipe ini menunjukan perilaku dan sikap keagamaan yang berbeda.
1.Tipe Orang yang Sakit Jiwa(The Sick Soul).
Menurut William James sikap keberagaman orang yang sakit jiwa ini ditemui pada mereka yang pernah mengalami latar belakang kehidupan keagamaam yang terganggu.Maksudnya orang tersebut meyakini suatu agama dan melaksanakanajaran agama tidak berdasarkan atas kematangan beragama yang berkembang secara bertahap sejak usia kanak-kanak hingga menginjak usia dewasa seperti lazimnya yang terjadi pada perkembangan secara normal. Mereka itu meyakini suatu agama dikarenakan oleh adanya penderitaan batin yang antara lain mungkin diakibatkan oleh musibah, konflik batin ataupun sebab lainnya yang sulit diungkapkan secara ilmiah.
 Latar belakang itulah yang kemudian menjadi penyebab perubahan sikap yang mendadak terhadap keyakinanagama.Mereka beragama akibat dari suatu penderitaan yang mereka alami sebelumnya.William James menggunakan istilah the suffering. Mereka yang pernah mengalami penderitaan ini terkadang secara mendadak dapat menunjukkan sikap yang taat hingga kesikap yang fanatik terhadap agama yang diyakininya.
William Starbuck, seperti yang ditemukan oleh William James berpendapat bahwa penderitaan yang dialami disebabkan oleh dua faktor utama,yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Alasan ini pula tampaknya yang menyebabkan dalam psikologi agama dikenal dua sebutan,yaitu the sick soul dan the suffering.Tipe yang dilatarbelakangi oleh faktor intern(dalam diri) sedangkan yang kedua adalah karena faktor ekstern(penderitaan).
a.       Faktor intern yang diperkirakan menjadi penyebab dari timbulnya sikap keberagamaan yang tidak lazim ini adalah;
1)Temperamen
    Temperamen merupakan salah-satu unsur dalam membentuk kepribadian manusia sehingga dapat tercermin dari kehidupan jiwa seseorang. Tingkah laku yang didasarkan kondisi temperamen memegang peranan penting dalam sikap keagamaan seseorang. Seseorang yang melancholis akan berbeda dengan orang yang berkepribadian dysplastisdalam sikap dan pandangannya teradap ajaran agama. Demikian pula halnya dengan mereka yang memiliki tipe kepribadianyang lainnya.
2) Gangguan jiwa
Orang yang mengidap gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya. Tindak tanduk keagamaan dan pengalaman keagamaan yang ditampilkannya tergantung dari gejala gangguan jiwa yang mereka idap. Umpamanya ; para schizophrenia, paranoia, psychostenia dan pengidap gangguan jiwa lainnya.
3) Konflik dan keraguan
Konflik kejiwaan yang terjadi pada diri seseorang mengenai keagamaan mempengaruhi sikap keagamaannya.Mungkin berdasarkan kesimpulannya ia akan memilih memilih salah-satu agama yang diyakininya ataupun meninggalkannya sama sekali. Keyakinan agama yang dianut berdasarkan pemilihan yang matang sesudah terjadinya konflik kejiwaan akan lebih dihargai dan dimuliakan. Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama seperti taat,fanatik ataupun agnostik hingga ateis.
4) Jauh dari Tuhan
Orang yang dalam kehidupannya jauh dari ajaran agama,lazimnya akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan saat menghadapi cobaan. Ia seakan merasa tersisih dari curahan Rahmat Tuhan. Perasaan ini mendorongnya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan serta berupaya mengabdikan diri secara sungguh-sungguh. Hal ini menyebabkan terjadi semacam perubahan sikap keagamaan pada dirinya.
    Adapun ciri-ciri tindak keagamaan mereka yang mengalami kelainan kejiwaan itu umumnya cenderung menampilkan sikap:
a)      Pesimis
Dalam mengamalkan ajaran agama mereka cenderung untuk berpasrah diri kepada nasib yang telah mereka terima. Mereka menjadi tahan menderita dan segala penderitaan menyebabkan peningkatan ketaatannya. Penderitaan dan kenikmatan yang mereka terima mereka percayai sepenuhnya sebagai azab dan rahmat Tuhan. Mereka cenderung lebih mawas diri dan terlibat dalam masalah pribadi masing –masing dalam mengamalkan ajaran agama.
b)      Introvert
Sifat pesimis membuat mereka bersifst objektif. Segala mara bahaya dan penderitaan selalu dihubungkannya dengan kesalahan diri dan ddosa yang telah diperbuatnya. Dengan demikian mereka berusaha untuk menebuskannya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui pensucian diri. Cara bermeditasi kadang-kadang merupakan pilihan dalam memberi kenikmatan yang dapat dirasakan oleh jiwanya.
c)      Menyenangi paham yang ortodoks
Sebagai pengaruh sifat pesimis dan introvert kehidupan jiwanya menjadi pasif.Hal ini lebih mendorong mereka untuk menyenangi paham keagamaan yang lebih konservatif dan ortodoks.
d)     Mengalami proses keagamaan secara nograduasi
Tindak keagamaan yang mereka lakukan didapat dari proses pendekatan ,mungkin karena rasa berdosa,ataupun perubahan keyakinan maupun petunjuk Tuhan.Jadi timbulnya keyakinan beragama pada mereka ini berlangsung melalui proses pendadakan,perubahan yang tiba-tiba.
b.      Faktor ekstern yang diperkirakan turut mempengaruhi sikap keagamaan secara mendadak, adalah:
1)      Musibah
        Terkadang musibah yang serius dapat mengguncangkan kejiwaan seseorang.Sehingga makin berat musibah yang dialaminya akan makin tinggi tingkat ketaatannya kepada agama. Bahkan mungkin pula kemudian mereka yang mengalami peristiwa semacam itu akan menjadi seorang  penganut agama yang fanatik.Misalnya seorang menyadari  bahwa bila ingin melakukan perjalanan lazimnya diawali dengan melafazkan doa-doa tertentu. Bila ia menyadari musibah yang menimpa dirinya dalam suatu perjalanan tidak membaca doa sama sekali karena lupa atau karena tidak mengenal doa sama sekali,maka ada kecenderungan musibah tersebut dihubung-hubungkan dengan peringatan Tuhan kepadanya. Dengan demikian, kemungkinan setelah musibah itu berlalu ia akan mulai mempelajari doa-doa dimaksud dan mengamalkannya dengan tekun. Bahkan mungkin pula ia menjadi penganut doa yang fanatik.
2)      Kejahatan
        Mereka yang menekuni kehidupan di lingkungan dunia hitam,baik berupa pelaku maupun sebagai pendukung kejahatan, umumnya akan mengalami keguncangan batin, dan rasa berdosa.  Perasan itu mereka tutupi dengan perbuatan bersifat konpesatif, seperti melupakan seje
nak dengan meneguk minuman keras, judi maupun berfoya-foya.Namun upaya untuk menghilangkan keguncangan batin tersebut tidak  berhasil. Karena itu jiwa mereka menjadi labil yang terkadang dilampiaskan dengan tindakan yang brutal, pemarah, mudah tersinggung dan berbagai tindakan negative lainnya.
          Perasaan seperti itu biasanya terus menghantui mereka hingga menyebabkan hidup mereka tidak pernah mengalami ketenangan dan ketenteraman.Perasaan tersebut biasanya mendorong mereka untuk mencari penyaluran yang menurut penilaiannyadapan member ketenteraman batin. Lazimnya mereka ini akan kembali kepada agama terdorong untuk bertobat. Sebagai penebus dosa-dosa yang telah diperbuatnya, Tak jarang orang-orang seperti ini kemudian menjadi penganut agama yang taat dan fanatik.
2.         Tipe Orang  yang Sehat Jiwa (Healthy-Minded-Ness)[1]
                    Ciri dan sifat agama pada agama yang sehat jiwa menurut W. Stharbuck yang dikemukakan oleh W.Houston Clark dalam bukunya Religion Psyhologi adalah:
a.       Optimis dan gembira
Orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Pahala menurut pandangannya adalah hasil jerih payahnya yang diberikan Tuhan. Sebaliknya segala bentuk musibah dan penderitaan dianggap sebagai keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya dan tidak beranggapan sebagai peringatan Tuhan terhadap dosa manusia. Mereka yakin bahwa Tuhan bersifat Pengasih dan Penyayang dan bukan member azab.
b.      Ekstrovet dan tak mendalam
Sifat optimis dan terbuka yang dimiliki orang yang sehat jiwa ini menyebabkan mereka mudah melupakan kesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores oleh ekses agamis tindakannya.Mereka selalu berpandangan keluar dari membawa suasana hatinya lepas dari lingkungan ajaran keagamisan yang terlampau menjelimat. Mereka senang kepada kemudahan dalam melaksanakan ajaran agama .Sebagai akibatnya mereka kurang senang mendalami agama. Dosa mereka anggap sebagai perbuatan mereka yang keliru.
c.       Menyenangi ajaran ketauhitan yang liberal
Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet maka mereka cenderung:
1.Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.
2.menunjukan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
3.Menekankan ajaran cinta kasih dari pada kemurkaan dan dosa.
4.Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama sosial.
5.Tidak menyenangi imflikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.
6.Bersifat liberal dalam menafsirkan pengertian ajaran agama.
7.Selalu berpandangan positif.
8.Berkembang secara graduasi
Maksudnya mereka meyakini ajaran agama melalui proses yang wajar dan tidak melalui proses pendadakan.
D. Kriteria Orang Yang Matang Beragama[2]
      Manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan perkembangn rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
      Seorang anak normal, dalam usia 7 tahun (jasmani) umumnya sudah matang untuk sekolah. Maksudnya diusia tersebut anak-anak yang normal sudah mampu mengikuti program sekolah. Diusia itu anak-anak sudah dapat menahan diri umtuk mematuhi peraturan dan disiplin sekolah serta sudah memiliki kemampuan untuk dapat yang mengikuti pengajaran yang diberikan kepadanya. Anak-anak yang normal memiliki tingkat perkenbangan yang sejajar antara jasmani dan rohaninya.
     Tetapi dalam kenyataan sehari-hari tidak jarang dijumpai ada anak-anak yang memiliki perkembangan jasmani dan rohani yang berbeda. Terkadang secara jasmani  perkembangannya sudah mencapai tingkat usia kronologis tertentu, namun belum memiliki kematangn yang seimbang dengan tingkat usianya. Anak-anak seperti ini disebut dengan anak yang mengalami keterlambatan perkembangan rohaninya yang kebanyakan disebabkan hambatan mental (mental handicaped). Sebaliknya ada anak yang perkembangannya rohaninya mendahului perkembangan jasmaninya. Anak-anak seperti ini dinamai anak yang mengalami percepatan kematangan, yang umumnya dikarenakan adanya kemampuan bakat tertentu yang istimewa (gifted children).
       Keterlambatan pencapaian kematangan rohani itu menurut ahli psikologi pendidikan sebagai keterlambatan dalam perkembangan. Faktor-faktor ini menurut Dr.Singgih D.Gunarsa dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu, 1)Faktor yang terdapat pada diri anak; dan 2)Faktor yang berasal dari lingkungan.
(Singgih D.Gunarsa, 1981;87)
        Adapun faktor intern anak itu yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah:1)Konstitusi tubuh, 2)Struktur dan keadaan jiwa, 3)Koordinasi motorik, 4)Kemampuan mental dan bakat khusus: intelegensi tinggi, hambatan mental, bakat khusus, 5)emosionalisasi.
       Selanjutnya yang termasuk pengaruh faktor lingkungan adalah:1)Keluarga, 2)sekolah;(Singgih D.Gunarsa.88-96).
Selain itu ada faktor-faktor  lain yang dapat  mempengarui perkembangan kepribadian seseorang yaitu kebudayaan tempat seseorang dibesarkan. Kebudayaan turut mempengarui pembentukan pola tingka laku serta berperan dalam pembentukan kepribadian. Kebudayaan yang menekankan pada norma yang didasarkan kepada nilai-nilai luhur  seperti kejujuran,loyalitas,kerja sama bagaimana akan memberi pengaruh dalam pembentukan pola dan sikap.Yang merupakan unsur dalam kepribadian seseorang demikian pula alnya dengan kematangan beragama.                                                                                                                  
     Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan  beragama.Jadi kematangan beragana terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengklafikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam  kehidupan sehari-hari.Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinnya agama tersebut yang terbaik.Keyakinan itu ditampilkan dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan teradap agama.
     Sebaliknya dalam keidupan tidak jarak dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatarbelakangi oleh berbagai pengalaman agama serta tipe kepribadian masing-masing.     
    
              

BAB III
KESIMPULAN
Manusia mengalami dua macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut kedewasaan, sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat kemampuan (Abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
Dalam kehidupan tak jarang dijumpai mereka yang taat beragama itu dilatar belakangi oleh berbagai pengalaman agama serta type kepribadian masing-masing. Kondisi seperti ini menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masing-masing.
     Ciri-Ciri Dan Sikap Keagamaan
Dalam bukunya The Varieties of Religious Experience William James menilai secara garis besarnya sikap dan perilaku keagamaan itu dapat dikelompokan menjadi dua tipe, yaitu;1)tipe orang yang sakit jiwa; dan 2)tipe orang yang sehat jiwa.Kedua tipe ini menunjukan perilaku dan sikap keagamaan yang berbeda.
Kriteria Orang Yang Matang Beragama
            Seorang anak normal, dalam usia 7 tahun (jasmani) umumnya sudah matang untuk sekolah. Maksudnya diusia tersebut anak-anak yang normal sudah mampu mengikuti program sekolah. Tetapi dalam kenyataan sehari-hari tidak jarang dijumpai ada anak-anak yang memiliki perkembangan jasmani dan rohani yang berbeda. Terkadang secara jasmani  perkembangannya sudah mencapai tingkat usia kronologis tertentu, namun belum memiliki kematangn yang seimbang dengan tingkat usianya.
            Keterlambatan pencapaian kematangan rohani itu menurut ahli psikologi pendidikan sebagai keterlambatan dalam perkembangan. Faktor-faktor ini menurut Dr.Singgih D.Gunarsa dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu, 1)Faktor yang terdapat pada diri anak; dan 2)Faktor yang berasal dari lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
http://imronfauzi.wordpress.com.




[1]Jalaluddin,Psikologi Agama (Jakarta,PT Raja Grafindo Persada,1996)h.115
[2] .Ibid h.107

No comments:

Post a Comment